Senin, 18 Juni 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN


 A. Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara :
  Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan).
o Konsumen adalah semua orang atau masyarakat, termasuk pelanggan.
o Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu
o Produk yang di produksi oleh produsen tertentu.
• Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara :
o Konsumen akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya;
o Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.

B. Pengertian Perlindungan Konsumen
Pengertian perlindungan konsumen, yaitu :
• Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
• GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”
C. Azas dan Tujuan
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1. Asas manfaat
Harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagikepentingan konsumen danpelaku secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk melaksanakan kewajiban dan haknya secara adil.
3. Asas keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan
Memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Baik pelaku maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan dari perlindungan konsumen adalah untuk meningkatan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumenuntu melindungi diri; mengangkat harkat dan martabat konsumen; meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,  menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akases untuk mendapat informasi; menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
D. Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian   sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi , ganti rugi dan/atau pengganti apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak seseuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketntuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen
·         Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang da/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
·         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
·         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
·         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan knsumen secara patut.
E. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha
·         Menerima pembayaran sesuai ddengan kesepakatan
·         Mendapat prlindungan hukum dari tindakan konsumen
·         Melakukan pembelaandiri dalam penyelesaian hukum sengketa dengan konsumen
·         Rehabilitasi nama baik jika terbuti secarahukum tidak merugikan konsumen
·         Hak-hak yang diatur dalam peundang-undangan lainnya
Kewajiban pelaku usaha
·         Beritikad baik
·         Melakukan informasi yang benar, jujur, dan jelas
·         Memperlakukan konsumen denngsn benar dan jujur serta tidak diskriminatif
·         Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang di produksi atau di perdagangkan
·         Memberi kesempatan konsumen untuk mencoba barang dan/atau jasa
·         Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang di perdagangkan
·         Memberi kompensasi atas barang dan/atau jasa yang tidak sesuai.


F. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/mempromosikan /mengiklankan, larangan dalam penjualan ssecara obral/lelang, dan larangan dalam ketentuanperilkanan.
G. Klausula Baku dalam Perjanjian
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.
H. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Dalam Pasal 19 mengatur tanggung  jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdgangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Bentuk kerugian konsumen dengan ganti rugi dengn pengembalian uang, penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,  perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

I. Sanksi
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
   o Pengembalian uang atau
   o Penggantian barang atau
   o Perawatan kesehatan, dan/atau
   o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
* Hukuman tambahan , antara lain :
 o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
 o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat . 

SUMBER : 

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ( HAKI )

A. Pengertian
Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berfikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Dalam ilmu hukum, hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnya hukum benda (zakenrecht) yang mempunyai objek benda inteletual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dap berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.
Dalam Pasal 7 TRIPS ( Tread Related Aspect of Intellectual Property Right) dijabarkan tujuan dari perlindungan dan penegakkan HKI adalah sebagai berikut :
Perlindungan dan penegakkan hukum HKI burtujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan pengguna pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
B. Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
1. Prinsip Ekonomi, yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip Keadilan, yang akan memberikan perlindungan dalam pemilikannya.
3. Prinsip Kebudayaan, yang akan meningkatkan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Prinsip Sosial, yang akan memberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.



C. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hak Cipta (copy right)
2.Hak Kekayaan Industri yang dapat dibagi lagi menjad 6 bagian antara lain:
• Paten
• Desain industri
. Merek
• Penanggulangan persaingan yang tidak sehat
. Desain tata letak sirkuit terpadu
. Rahasia dagang
. Perlindungan varietas tanaman
D. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.



E. Hak Cipta
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi penciptaan atau penerimaan hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic right)  dan hak moral (moral rights).
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hak cipta yang dimiliki oleh ahli waris atau penerima wasiat tidak dapat disita kecuali jika hak tersebut diperoleh secara melawan hukum.
Menurut Undang-Undang, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
1. Buku, program, dam semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah , pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentinga pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, senia ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
7. Arsitektur.
8. Peta.
9. Seni batik.
10.       Fotografi.
11.       Sinematografi.
12.       Terjemahan, tasir, saduran, bung rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan berdasarkan jenis ciptaan.
1. Hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika pencipta terdiri dari dua atau lebih, hak cipta berlaku sampai 50 tahun setelah pencipta terakhir meninggal dunia. (ex: buku, lagu, drama, seni rupa, dll)
2. Hak cipta dimiliki oleh suatu badan hukum berlau selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. (ex: program komputer, fotografi, dll)
3. Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
4. Untuk penciptaan yang tidak diketahui penciptanya, dan peninggalan sejarah dan prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.
5. Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahiu pencipta dan penerbitnya dipegang oleh negara, dengan jangka waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum.
6. Untuk ciptaan yang sudah diterbitkan penerbit sebagai pemegang hak cipta, jangka waktu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
Pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melakukan perbuatan hukum selama jangka waktu lisensi dan berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.
Pelanggaran terhadap hak cipta telah diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 19 tentang Hak Cipta, yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.
F. Hak Paten
Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Adapun invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yan spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses  atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah insentif serta dapat diterapkan dalam industri. Invensi diaanggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
Invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukun dalam bentuk paten sederhana.
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka itu tidak dapat diperpanjang. Sedangkan untuk paten seerhana diberikan jangka waktu 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.
Paten diberikan berdasarkan permohonan dan setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensiatau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi. Dengan demikian, permohonan paten diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jendral Hak Paten Departemen Kehakiman dan HAM. Namun, permohonan dapat diubah dari paten menjadi paten sederhana.
Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten dapat dialihkan baik seliruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dengan pencatatan oleh derektorat jendral pengalihan paten.
G. Hak Merk
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebutyang memiliki daya pembeda dan digunakan dlam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kapada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merk dagang, merek jasa dan merek kolektif.
Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang denga jangka waktu yang sama.
Hak merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pawarisan, hibah, wasiat, perjanjian atau seba-sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan.
Penghapusan pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakarsa direktorat jendral berasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan atau pihak ketiga dalam bentuk gugatankepada pengadilan niaga.
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannyauntuk barang atau jasa yang sejenis, berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Sanksi yang dikenakan terhadap masalah merek berupa pidana dan denda.


H. Desain Industri
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi atau komposisigaris atau warna, atau garis dan warna atau gabungan dari padanya yang berbentul 3D atau 2D yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3D atau 2D serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Hak ini diberikan untuk desain industri yang baru, yaitu tanggal penerimaan desain industri itidak sama dengan pengungkapan yang telah ad sebelumnya.
Jangka waktu perlindungan terhadap hak desain industri diberikan 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industri dan diberitakan dalam berita resmi desain industri.
Setiap hak desain industri diberikan atas dasar permohonan ke Direktorat Jendral Desain Industri secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Pengalihan hak ini dapat dilakukan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan perundang-undangan dan wajib dicatat dalam daftar umum desain industri.
Desain industri terdaftar hanya dapat dibatalkan atas permintaan pemegang lisensi.
Sanksi yang diberikan untuk masalah desain industri berupa pidana dan denda.
I. Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis yang mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga keerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh nasyarakat.
Syarat pengajuan perlindungan sebagai HKI, meliputi prinsip perlindungan otomatis dan perlindungan yang diberikan selama kerahasiaannya terjaga. Pemilik HKI berhak menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya atau memberikan lisensi atau melarang pihak lain untuk menggunakannya.
Jangka waktu perlindungan rahasia dagang adalah sampai dengan masa dimana rahasia itu menjadimilik publik.
Dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hak rahasia dagang dapt beralih/dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian , dan sebab lain yang dibenaran oleh undang-undang. Pengalihan harus disertau dengan pengalihan dokumen-dokumen yang menunjukan terjadinya pengalihan rahasia dagang.
Sanksi yang diberikan untuk masalah rahasia dagang berupa pidana dan denda.
J. PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN
Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan oleh negara kepada pemulia tanaman untuk menggunakan sendiri  varietas hasil pemuliaannya atau memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan selama waktu tertentu.
Varietas tanaman yang dapat diberi perlindungan adalah dari jenis atau spesies tanaman yang baru, yaitu belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan kurang dari satu tahun. Unik, sehingga dapat dibedakan secara jelasdengan varietas lain.  Seragam, memiliki sifat utama yang seragam. Stabil, tidak mengalami perubahan ketika ditanam berulang-ulang atau untuk diperbanyak melalui siklus. Dan diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, jangka waktu PVT dihitung sejak tanggal pemberian hal PVT meliputi 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
Hak untuk menggunakan varietas dapat meliputi memprodusi/ memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan, menawarkan, memperdagangkan, mengekspor, mengimpor.
Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian, dan sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
Berakhirnya hak PVT dapt disebabkan karena berakhirnya janga waktu, pembatalan, dan pencabutan. Dan sanksi yang diberikan untuk masalah PVT berupa pidana dan denda.
K. DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU
Hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuanya kepada  pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Jangka waktu perlindungan hak ini diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain tersebut di eksplotasi secara komersial.hak ini dapat beralih/dialihkan karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan.
Sanksi yang diberikan untuk masalah desain tata letak sirkuit terpadu berupa pidana dan denda.

SUMBER :